Friday, February 3, 2012

Gunung Padang : Batu, Sejarah dan Misteri

Seringkali orang salah mengartikan nama tempat ini. Kata “padang” yang melekat di dalamnya, sebagai sebuah tempat yang berada di kota Padang, Sumatera Barat.

Sebenarnya istilah “padang” merupakan sebuah singkatan dalam bahasa Sunda yang digunakan para warga setempat. Papadang-papadang urang, yang berarti penerang bagi kita semua. Situs Gunungpadang yang juga dikenal sebagai tempat peribadatan kuno ini memang berfungsi sebagai penerang bagi peradaban Sunda kuno kala itu.
 
***

“Panas di atas mah, cuma ada batu aja,” ujar gadis kecil berkerudung biru itu malu-malu. Bibi, demikian nama gadis kecil itu, memang benar. Gunung Padang, situs yang membentang tepat di hadapan kami, memiliki daya tarik tersendiri dengan batu-batu andesit yang bertebaran di sana. Reruntuhan purbakala yang berlokasi di perbatasan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Cianjur ini memang tersohor oleh julukan situs megalithikum terbesar dan tertua di Asia Tenggara.

Bibi melangkah ringan di antara tangga terjal batu tersebut. Wajahnya tak terlihat lelah sama sekali. Bahkan sesekali ia menggenggam sebatang bunga ilalang sembari menaiki tangga curam dengan ketinggian antara 40 – 50 cm tersebut.  Ia berjalan lincah tepat di sebelah suara tersengal napas kami yang sedang mencoba mendaki tangga curam tersebut. “Bibi sih tiap hari nyapu-nyapu aja di atas, beberes sampah di sana,” ujar Bibi sembari menunduk perlahan.

Begitu menapaki area pelataran sang situs purbakala, hamparan bebatuan andesit dengan posisi miring seakan tak teratur lah yang menyambut hangat kedatangan kami. Jika boleh disejajarkan, situs ini mirip dengan Stonehenge yang terdapat di Wiltshire, Inggris. Hanya bedanya, di situs Gunung Padang ini, kami jarang menemukan batu yang berdiri sempurna, bahkan keberadaannya cenderung berantakan.

“Batu-batu di sini kemiringannya memiliki sudut dengan kelipatan 5,” ujar Pak Nanang, salah seorang pria berbaju hitam yang telah menyambut kami di pintu gerbang.

“Selain itu, situs ini juga terdiri atas 5 undakan, semakin ke atas semakin mengerucut. Bahkan terdapat 5 gunung yang mengelilingi Gunung Padang dan 5 gunung pula yang sejajar dengannya.” Penjelasan pria berikat pulasara ini mengingatkan kami akan Candi Borobudur yang juga memiliki berbagai tingkatan dalam segi arsitekturnya.

Selain kisah “serba angka lima”, Gunung Padang memiliki keanehan lainnya. Terdapat beberapa batu unik yang teronggok manis di sini, salah satunya adalah batu musik, dengan ukuran menyerupai alat musik kecapi dalam gamelan Sunda. Di bagian bawah, terlihat rongga berlekuk yang menghiasi batu berwarna abu tersebut. Bila dipukul perlahan dan beraturan, layaknya gerakan tangan di atas tuts piano, batu itu akan mengeluarkan nada yang berbeda. Posisi batu-batu musik ini pun beraturan, terdapat dalam satu area.

“Mirip seperti setting panggung kalau ada acara konser, ya? Ha-ha,” kelakar salah seorang pengunjung sembari memainkan batu-batu itu perlahan.

Beranjak menaiki satu undakan dari pelataran Gunung Padang, kami pun menemui tanah lapang dengan satu area tanah yang berwarna merah. Sebuah batu unik lainnya ikut menghiasi tanah merah tersebut. “Beratnya 80 kg, konon katanya kalau bisa ngangkat sih, permintaannya dikabulkan,” ungkap Pak Nanang sambil menatap wajah penasaran kami.

Beberapa dari kami coba untuk mengangkat sang batu “bertuah”. Satu orang, dua orang, tak semua sanggup melakukannya. “Berat banget, sampai saya jatuh ketimpa batu,” sahut Rijal, salah seorang pengunjung yang tak berhasil mengangkat batu ajaib tersebut.

Sedikit kisah legenda pun turut membumbui kisah di balik terbentuknya objek wisata sejarah tersebut. Situs ini berkiblat pada Gunung Gede yang menyimbolkan keagungan Tuhan pada masa lalu. Konon, menurut warga setempat, Prabu Siliwangi, salah seorang tokoh Sunda yang masih menjadi pro kontra di kalangan sejarawan, sering bertapa di area simetris dan menjadi titik tengah antara Pantai Selatan dan Pantai Utara ini. Tak heran bila sampai detik ini masih banyak masyarakat yang berkunjung ke Gunung Padang untuk urusan peribadatan.

Legenda, tak pernah lepas dari kata misteri. Unsur mistis pun ikut menambah keunikan situs purbakala ini. “Katanya sih banyak yang mendengar musik gamelan Sunda dari sana setiap malam Jumat,” ungkap Pak Nanang.

Dari kisah misteri tersebut, terdapat pula beberapa pantangan ketika mengunjungi Situs Gunungpadang ini. “Tidak boleh mencoret-coret batu, tidak boleh membuang sampah sembarangan, dan tidak boleh memukul-mukul batu,” demikian penjelasan pria berlogat Sunda kental tersebut.

Kelak, Gunung Padang dengan luas sekitar 25 ha ini akan memiliki museum tersendiri. Menurut penduduk setempat yang menganut kepercayaan leluhur, pusaka-pusaka hasil pertapaan di Gunung Padang akan dipamerkan dalam sebuah gua yang sedang digali di antara tanah merah tersebut. Fungsinya adalah memperkenalkan kisah di balik situs purbakala yang terkenal kental akan unsur mistis ini. (***)

-penceritahujan-

No comments:

Post a Comment